Bagaimanakah seharusnya kita mendidik dan mengajar? 1

Mengajar bukanlah pekerjaan mudah. Seorang guru harus membekali dirinya dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin agar pembelajaran bisa berjalan optimal. By: Ayah Ave/Anang Nurkholis

Bagaimanakah seharusnya kita mendidik dan mengajar? 2

Mengajar bukanlah pekerjaan mudah. Seorang guru harus membekali dirinya dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin agar pembelajaran bisa berjalan optimal. By: Ayah Ave/Anang Nurkholis

Bagaimanakah seharusnya kita mendidik dan mengajar? 3

Mengajar bukanlah pekerjaan mudah. Seorang guru harus membekali dirinya dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin agar pembelajaran bisa berjalan optimal. By: Ayah Ave/Anang Nurkholis

Bagaimanakah seharusnya kita mendidik dan mengajar? 4

Mengajar bukanlah pekerjaan mudah. Seorang guru harus membekali dirinya dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin agar pembelajaran bisa berjalan optimal. By: Ayah Ave/Anang Nurkholis

Bagaimanakah seharusnya kita mendidik dan mengajar? 5

Mengajar bukanlah pekerjaan mudah. Seorang guru harus membekali dirinya dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin agar pembelajaran bisa berjalan optimal. By: Ayah Ave/Anang Nurkholis

Tuesday, December 20, 2011

Tanamkan Rasa Bertanggungjawab

Mengapa para koruptor selalu lari dan mencari alasan 'sakit' untuk menghindar dari ancaman hukum untuk mampertanggungjawabkan perbuatannya? Ah, saya kira anda semua sudah tahu jawabannya. Dari setiap kasus korupsi yang tidak berhasil selesai menggembirakan, dapat ditarik benang merah kegagalan salah satu elemen pendidikan kita. 
Dilihat dari sudut pendidikan, para koruptor tidaklah hanya tamatan Sekolah Dasar atau bahkan TK. Begitupun usia, tidaklah pantas jika tidak disebut sangat dewasa. Tapi mengapa mereka selalu 'lari' saat perbuatan itu tercium publik. 
Saya teringat kejadian beberapa waktu yang lalu, saat beberapa anak bermain di tempat saya. Salah satu dari mereka meminjam mobil-mobilan anak saya. Mobil-mobilan yang kebetulan mengeluarkan bunyi itupun dimainkannya. Dibunyikanlah terus hingga bunyinya 'parau'. Sampai kemudian mobil itu tidak berbunyi lagi (karena batrenya mungkin habis). Si anak tersebut merasa takut jika akan dipersalahkan. Dilemparlah mobil-mobilan itu pada salah satu temannya yang lain, seolah-olah temannya yang baru memegang itulah 'tersangka'nya. Ketika ada anak lain yang mencoba memainkan bunyi-bunyian mobil, tapi ternyata tidak keluar bunyi, si anak pertama tadi langsung menuduh teman yang ia lempari mobil-mobilan tadi seraya berkata, "Bukan sama aku rusaknya, lho!. Sama Si Anu itu". 
Terlihat betapa anak pertama yang memainkan mobil-mobilan itu merasa takut dimarahi, sehingga ia terpaksa harus bersandiwara, menghindari permasalahan yang menuntutnya bertanggungjawab. Sebenarnya saya tidak akan menuntut apapun. Tapi jika ia berterus terang bahwa ia yang tadi memainkan mobil-mobilan, kemudian bunyinya semakin lama semakin hilang, akan menambah respek saya terhadapnya. 
Pembaca budiman, apakah kiranya di lingkungan Anda juga berkembang fenomena seperti itu?. Jika ya, tentu dapat ditelusuri bahwa mereka yang bersalah akan selalu menghindari hukuman karena mereka memang dididik demikian.
Akarnya terpusat di keluarga, keluargalah yang seharusnya menanamkan nilai tanggungjawab sedemikian rupa sehingga anak bisa belajar bertanggungjawab. Ketika anak-anak bersalah, ajari mereka untuk mengakui bahwa ia melakukan kesalahan. Jangan dahulukan hukuman, berikanlah apresiasi jika ia mau mengakui perbuatannya. Hal ini untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab dalam dirinya. Ketika sudah mengaku, coba berbincang dari hati ke hati dengan maksud menasehati agar ia tidak mengulangi perbuatan itu. Tanyakan kenapa ia harus berbuat seperti itu. Apa manfatnya. Jelaskan kerugiannya. Secara tersirat, katakan bahwa akan ada sebuah punishment jika sampai melakukan perbuatan salahnya lagi. Setelah itu dekaplah ananda, katakan bahwa sebagai orangtua, Anda sangat menyayanginya.
Segalanya mulai dari keluarga, komunitas terkecil dan yang paling dekat. Karena, jika setiap generasi terbekali karakter yang kuat, InsyaAllah akan kuatlah sendi-sendi bangsa. Sehingga, kelak ketika si anak dewasa dan memimpin negeri ini, ia akan menjadi pemimpin yang amanah. Ia tidak akan mencoba menghindari hukuman jika ia memang bersalah. Sebagaimana ungkapan Kong Hu Cu :
Jika ada kebajikan dalam hati, akan ada keindahan dalam watak
Jika ada keindahan dalam watak, akan ada keharmonisan keluarga
Jika ada keharmonisan keluarga, akan ada ketentraman dalam negara 
Jika ada ketentraman dalam negara, maka akan ada keamanan di dunia.

Ayahave'swife
Read More..

Friday, December 16, 2011

Contoh RPP

Identitas

Nama Guru
:
Muh. Anang Nurkholis, S.S
Sekolah
:
Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah
Tema/Bidang Studi/Tematik Studi
:
Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
:
I / II
Pekan/Tanggal

V (1 – 5 Februari 2010)

Silabus

Judul   
:
Makan di Restoran
Materi 
:
Suka dan tidak suka
Kompetensi Dasar
:
6.3 Menyampaikan rasa suka atau tidak suka  tentang suatu hal atau kegiatan dengan alasan sederhana
Hasil Belajar
:
Siswa mampu menyampaikan rasa suka maupun tidak suka tentang suatu hal atau kegiatan dengan alasan sederhana
Indikator Hasil Belajar
:
1. Siswa mampu mengungkapkan perasaan suka dan  tidak suka tentang suatu hal dalam sebuah kalimat.
2. Siswa mampu memberikan alasan mengapa suatu hal atau kegiatan disukai atau tidak disukai.
3. Siswa mampu membuat daftar hal-hal yang disukai dan tidak disukai.
4. Siswa mampu membedakan keadaan yang membuat suka dan tidak suka.
Alokasi Waktu
:
2 x pertemuan @ 3 JP
Integrasi Akhlak mulia
:
1.Engkau tidak akan mendapatkan kebaikan sehingga engkau menginfakkan sesuatu dari apa yang kamu sukai. (QS. Ali-Imron:      )
2.Mencintai/menyukai sesuatu harus juga bersedia memelihara dan menjaganya.

Aktivitas

Pertemuan 1
Alpha Zone
Salam pembuka/Musik/Menyanyi/Cerita Lucu/Ice Breaking/Brain Gym
Ice Breaking "Benar atau Salah "
Guru terlebih dahulu bercerita tentang Pak Dokanak (buku paket di halaman lampiran). Setelah selesai, siswa diminta menyebutkan makanan kesukaan pak dokanak.
Guru memberikan pernyataan, jika benar siswa harus menuju blok benar dan jika salah siswa harus menuju blok salah. Siswa yang paling terakhir bertahan adalah pemenangnya.

Scene Setting
­    Makan di restoran
Akan ada pesta ulang tahun salah satu siswa Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah. Pada hari ulang tahun itu nanti, siswa-siswi kelas satu akan ditraktir makan di restoran. Kalian tentunya bingung memilih menu makanan yang akan dipesan, karena banyak menu tersedia di restoran. Sampaikan rasa suka dan tidak suka sesuai keinginanmu! Jangan lupa ungkapkan alasanmu juga, yah!

Strategi
Simulasi, menulis
­    Siswa mensimulasikan keadaan di restoran.
­    Siswa membuat kalimat secara lisan tentang hal-hal yang disukai dan tidak disukainya beserta alasannya.
­    Siswa maembuat kalimat secara tertulis tentang hal-hal yang disukai dan tidak disukainya beserta alasannya.

Prosedur Aktivitas
Simulasi makan di restoran
­    Siswa mensimulasikan berada di restoran. Siswa duduk berkelompok sesuai dengan meja yang ditempatinya. Diatas masing-masing meja diletakkan lembaran menu makanan yang tersedia sesuai makanan yang tersedia di kelas yang dikumpulkan siswa.
Guru berperan sebagai pelayan restoran menawarkan menu makanan yang terrsedia di restoran kepada siswa. Siswa memesan makanan di restoran dengan menyebutkan makanan yang disukai beserta alasannya.
Contoh:
Saya suka sayur bayam karena membuat badan sehat dan kuat.
­    Siswa memakan makanan di meja yang sudak dipesan dan diminta juga mencicipi makan yang dipesan oleh temannya.
­    Setelah makan siswa menyebutkan  makanan yang disukai dan tidak disukainya dan memberikan alasannya.
Contoh:
Saya suka sayur bayam karena membuat badan sehat dan kuat.
Saya tidak suka udang karena saya alergi udang
Menulis
­    Siswa menulis hal-hal yang disukai dan tidak disukai di buku tulis, 5 kalimat yang menyatakan rasa suka beserta alasannya dan 5 kalimat yang menyatakan rasa tidak suka beserta alasannya.

Multiple Intelligence Approach
Linguistik, spasial visual, intrapersonal, interpersonal

Project:
-

Pertemuan 2
Alpha Zone
Salam pembuka/Musik/Menyanyi/Cerita Lucu/Ice breaking/Brain Gym
Ice Breaking “Benar dan Salah tentang Pak Dokanak”

Warmer
­    Mengingat kembali tentang materi sebelumnya
­    Membuat kalimat yang menyatakan rasa suka dan tidak suka

Strategi
Exercise
­    Siswa mendata hal-hal yang disukainya.
­    Siswa membuat gambar hal-hal yang disukai atau yang tidak disukainya beserta cerita tentang gambar tersebut

Prosedur Aktivitas
Exercise I : Pendataan
­    Guru memberikan lembar kerja kepada siswa: siswa mendata hal-hal yang disukainya dan hal-hal yang tidak disukainya beserta alasannya. Mencakup makanan dan minuman, binatang dan kegiatan.
Exercise 2 : Menggambar dan mengarang
­    Siswa membuat gambar hal-hal yang disukai atau yang tidak disukainya beserta cerita tentang gambar tersebut.

Multiple Intelligence Approach
Linguistik, spasial visual, kinestetik, intrapersonal, interpersonal.

Teaching Aids
­    Makanan/Snack
­    Menu makanan
­    Remanent marker
­    Alat tulis
­    Worksheet

Sumber  Belajar
­    Buku Ajar

Penilaian
Aktivitas yang dinilai

No
Aktivitas
Ranah Penilaian
Dinilai/Tidak
1
Siswa membuat kalimat yang menyatakan rasa suka dan tidak suka beserta alasannya secara lisan
Psikomotorik
Dinilai
2
Siswa membuat kalimat yang menyatakan rasa suka dan tidak suka beserta alasannya secara tertulis
Kognitif
Dinilai
3
Siswa mendata hal-hal yang disukai dan tidak disukainya
Kognitif
Dinilai
4
Siswa menggambar hal-hal yang disukai atau yang tidak disukai beserta ceritanya
Psikomotorik
Dinilai



Rubrik Penilaian Membuat Kalimat Secara Lisan
Nilai
Sangat baik=90
Baik= 80
Cukup=75
Kurang=70
Kriteria
Berani dan menyatakan rasa suka dan tidak suka tanpa bantuan
Berani dan menyatakan rasa suka dan tidak suka dengan terbata-bata tanpa bantuan guru
Berani dan menyatakan rasa suka dan tidak suka dengan bantuan guru
Tidak berani menyatakan rasa suka dan tidak suka

Rubrik Penilaian Membuat Kalimat Secara Tertulis
Nilai
100
90
80
70
Kriteria
Menulis 10 kalimat
Menulis 9 kalimat
Menulis 8 kalimat
Menulis 7 kalimat

Rubrik Penilaian Pendataan
Nilai
Sempurna
Amat baik
Baik
Cukup
Kriteria
mendata  lengkap 10 nomor
Mendata 90%
Mendata 80%
Mendata 70%

Rubrik penilaian menggambar dan mengarang
Nilai
Sempurna=100
Amat baik=90
Baik=80
Cukup=70
Kriteria
Menggambar dan menulis ceritanya hingga 7 baris lebih
Menggambar dan menulis ceritanya hingga 6 baris
Menggambar dan menulis ceritanya hingga 4-5 baris
Menggambar dan menulis ceritanya kurang dari 4 baris

Peta Konsep


 Komentar Guru
­    Problem
______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
­    Ide baru
______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
­    Momen spesial
______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Konsultan,



Herdin Nurdin, S.Ag

Penyusun,



Muh. Anang Nurkholis, S.S
Read More..

Monday, December 12, 2011

Sampaikanlah Harapan Itu...

Hidup kita menyimpan banyak harap, asa, dan cita-cita. Kita dikelilingi beragam keinginan dan kehendak, yang dipadu sejumlah kebutuhan sebagai sarana.
Hari-hari kita habiskan untuk mewujudkan sejumlah keinginan itu. Dua puluh empat jam waktu kita seperti seolah tak cukup untuk mengejar semua mimpi itu. Lelah yang mendera tak kita hiraukan. Meski yang dikejar belum jelas terlihat ujungnya.
Memiliki banyak keinginan dan harapan tentu memiliki sisi baik. Sebab harapan dan asa itulah yang mendorong kita untuk selalu berusaha. Cita-citalah yang memaksa kita untuk bekerja keras tak kenal henti, meski tidak selalu mudah. Rasanya duapuluh empat jam berlalu terlalu singkat terasa. Tapi tahukah kita, bahwa sebenranya Allah SWT menyediakan sepotong waktu yang sangat berharga untuk mewujudkan segala harap. Dan itulah sepertiga malam yang lebih sering kita lewatkan.
Kita hidup banyak menanggung kebutuhan. Kita butuh makan, minum, tempat tinggal, pekerjaan, rasa aman dan lain-lain. Namun kita sering lupa, bahwa sebenarnya semua bertumpu pada Allah SWT. Sebab dialah Yang Memberi. Dialah Yang Mencukupi.
Jika kita berharap Allah menambah karunia dan nikmatNya kepada kita, temui Allah di akhir malam. Sebab itu adalah bagian dari ekspresi rasa syukur kita kepadaNya. Bangun di tengah malam adalah waktu yang tepat untuk bersyukur, ketika kebanyakan manusia justru terlelap. Dan tidak ada syukur kecuali akan menjadi sarana menjaga karunia dan membuatnya bertambah.
Read More..

Mengatasi Anak Cengeng

Anak menangis itu biasa karena memang itu bahasa yang ia gunakan. Tapi kalu menangis terus menerus, pasti bikin bingung orangtuanya. Memang, tak jarang kita jumpai anak usia batita yang gampang sekali mengeluarkan air mata. Entah karena ditinggal pergi ibu, permintaannya tak dituruti, atau bahkan tanpa alasan yang jelas dan kuat (cuma kesenggol atau jatuh sedikit). 

Beberapa Faktor Penyebab Anak Cengeng
1. Merasa Tidak Aman
Perasaan aman, termasuk salah satu kebutuhan manusia yang utama. Orang yang merasa tidak aman memiliki ketakutan terhadap sesuatu hal.
Anak bisa merasa tak aman ketika ibu tidak berada di dekatnya, hal ini dikarenakan misalkan banyak orang di sekelilingnya yang tidak dikenal baik olehnya. Selain merasa takut dipermalukan, takut ditertawakan.
Misal jika jatuh dan banyak mata memandangnya dengan terkejut plus kasihan, biasanya kontan anak menangis bukan karena sakit tapi karena malu menjadi pusat perhatian.

2. Ibu Terlalu Melindungi
Ibu seperti ini terlalu cepat bereaksi menolong anaknya jika anaknya mengalami celaka sedikit saja. Anak menjadi terbiasa ditolong, tak pernah mengalami hal-hal berat dan sulit, dan tak memiliki kekuatan mental menghadapi saat-saat menegangkan. Karena mereka hanya mampu menangis ketika menghadapi suasana tegang.

Kalau saat anak jatuh, ibu tetap tenang, tidak menampakkan perasaan khawatir, anak akan menganggap bahwa peristiwa ’jatuh’ adalah hal yang biasa. Tetapi melihat kekhawatiran ibu yang berlebihan, tentu saja mereka akan belajar pula untuk khawatir dan selanjutnya menjadi takut untuk jatuh.
3. Mendapat Keuntungan dari Cengengnya
Ketika anak menemukan kenyataan bahwa ia memperoleh apa yang ia ingini dengan cara menangis, segera ia akan menggunakan senjata tangis itu untuk memperoleh apa saja yang ingin mereka dapatkan. Dan anak-anak pandai belajar dari pengalaman, sehingga kerap memilih untuk menangis agar ibu memenuhi permintaan mereka dengan cepat. Ada yang namanya hukum perilaku, kita akan mengulang perilaku yang memberikan keuntungan. Sepertinya si kecil melihat bahwa tiap kali dia menangis, maka dia mendapatkan permintaannya. Secara dia cerdas, tentunya dia bisa mengambil kesimpulan bahwa menangis adalah cara yang paling efektif untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan! 

4. Sakit
Karena sakit, anak merasakan kondisi tubuhnya tidak nyaman. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Kondisi tubuhnya juga lemas dan lemah. Semua itu tak jarang membuat anak jadi cengeng, termasuk anak yang tadinya tidak cengeng. Belum lagi, sikap orang tua yang lebih protektif kepada anak sakit ternyata bisa menambah sikap cengeng itu.
Tak ada jalan selain menganggapnya wajar. Lakukan sesuatu yang bisa membuatnya merasa lebih enak. Misal, memutarkan film atau lagu kesukaannya, atau mendongeng kan cerita yang menarik.
5. Kelelahan
Sama halnya dengan sakit, kelelahan juga bisa membuat anak cengeng. Misalnya, sehabis bermain seharian. Jika orang dewasa bisa langsung mengungkapkan kondisi tubuhnya yang lelah, maka tidak demikian dengan anak. Apalagi orang tua belum tentu langsung tanggap. Akhirnya, anak mengungkapkan kondisinya dengan sikap rewel dan cengeng.
Kerewelan anak sebetulnya merupakan ungkapan bahwa ia menginginkan istirahat. Ajak anak ke tempat tidur lalu bacakan dongeng untuknya.
6. Butuh perhatian
Pada saat perhatian orang tua untuknya terpecah, anak akan merasa terbuang. Kondisi ini umumnya muncul saat ia baru saja memiliki adik yang menyita perhatian orang tua. Perasaan terbuang membuat anak rewel yang tak jarang disertai tindakan untuk memancing perhatian orang tua. Salah satunya mengganggu si adik.
Untuk mengatasinya, bersikaplah adil. Curahkan perhatian kita kepada si kakak, sama besarnya dengan kepada si adik. Tumbuhkan rasa sayang dan memiliki, misalnya dengan menyuruh kakak menjaga adiknya.
7. Kehilangan figur tersayang
Hal ini akan dialami jika orang tua meninggalkan anak dalam jangka waktu lama. Bagaimanapun, di usia ini anak sangat tergantung pada kehadiran figur yang dekat dengannya. Ketika figur itu pergi, ia merasa sangat kehilangan yang diungkapkannya dalam bentuk kecengengan.
Untuk mengatasinya, orang yang kebetulan dipercaya sebagai pengasuh harus menunjukkan sikap yang dapat membuatnya nyaman. Alihkan perhatiannya dari ingatan terhadap orang tua dengan aktivitas-aktivitas yang sangat menyenangkan. Umpamanya, mengajak ia bermain bersama teman-teman sebaya.
8. Terlalu banyak larangan
Terlalu banyak melarang akan membuat anak berang. Di usia ini perkembangan motoriknya sedang pesat. Setiap saat dia akan berlari-lari, menaiki kursi, maupun melompat-lompat. Nah, sikap orang tua yang selalu melarang, seperti "Awas, nanti jatuh," atau, "Jangan dipegang-pegang, nanti pecah", tidak akan membuatnya jadi penurut, justru sebaliknya, anak ingin berontak. "Asal tahu saja, saat itu anak ingin menunjukkan kemampuan yang dimilikinya," ungkap Nina. Jadi, orang tua justru harus memberikan dukungan atas perkembangan anaknya. Misal, saat ia berusaha memanjat kursi, dukunglah dengan cara tidak melarangnya, tapi menjaganya kalau-kalau ia terjatuh.
HINDARI PUKULAN
Kalau anak sudah cengeng, yang kemudian terjadi adalah orang tua jadi tak sabaran. Akibatnya, si anak dimarahi atau bahkan dicubit atau dipukul. Mendapat perlakuan seperti itu, tangis si anak bukannya reda malah semakin "seru". Menurut Romy, saat dicubit atau dipukul, "Anak mungkin bisa berhenti menangis. Tapi kali lain, jika tingkah laku itu muncul lagi dan ia mendapat cubitan atau pukulan lagi, tangis anak akan lebih keras lagi."
Dengan kata lain, ada peningkatan dalam perilaku menangisnya dan bukan malah mereda. Mengapa begitu? Sebab anak akan belajar, kalau dia menangis dan dicubit, maka tangisnya harus lebih keras. Akibatnya, orang tua memberinya hukuman yang lebih berat lagi. Cubitan atau pukulan orang tua menjadi semakin keras.
Dampak lainnya, anak akan meniru tindakan orang tua. Jangan lupa, salah satu cara anak belajar ialah dengan meniru. Nah, kalau ia menangis lalu ayah atau ibu memukulnya, maka ia pun akan melakukan hal sama terhadap orang lain. Entah itu temannya, pembantunya, adiknya, dan lainnya.
AJAK BICARA
Daripada harus memukul, mencubit, membentak, yang bisa berdampak buruk, sebaiknya ajak bicara. Tentu saja tak perlu mengajak anak berdiskusi panjang lebar seperti dengan orang dewasa. Ingat, cara dan kapasitas berpikir anak masih terbatas. Cukup, kok, dengan berkata padanya, "Kalau kamu mau sesuatu, harus minta. Jangan pakai menangis." Atau, "Coba bicara dulu sama Ayah biar Ayah tahu apa maunya Adik."
Dengan cara ini, anak jadi belajar mengungkapkan keinginan yang ada dalam dirinya. Ajarkan juga padanya untuk bisa menunda keinginan dan menahan emosinya. Katakan, "Bunda tak bisa membelikan mainannya sekarang karena tak punya uang." Tentu orang tua harus konsisten. Bila si anak masih tetap menangis, ya, orang tua jangan mengalah.
Boleh juga dengan menjanjikan untuk membelinya lain waktu kala uangnya sudah ada, namun benar-benar ditepati. Jangan sampai orang tua menjanjikan hanya agar si anak tak menangis lagi. Kalau orang tua bolak-balik cuma janji dan tak pernah ditepati, lama-lama anak tidak percaya lagi pada orang tuanya.
Ada baiknya bila orang tua agak mengabaikan pada saat anak mulai menangis. Misalnya, pura-pura tak melihat sambil membaca buku. Bila tangisnya malah mengeras, tetaplah cuek . Toh, nanti tangisnya akan berhenti jua. Baru setelah itu orang tua mendekatinya dan tanyakan, "Kamu mau apa, sih?" Dengan cara ini, anak akan belajar bahwa dengan menangis, ia tak memperoleh apa-apa dan kemauannya tidak dituruti.
Untuk menghentikan tangisnya, cobalah alihkan perhatian anak. Misalnya, bujuk si kecil, "Ih, lihat, deh, gambar di buku ini bagus. Yuk, kita baca sama-sama.
Hindari Pelabelan Negatif
Cengeng tidak bisa hilang dengan sendirinya harus dilatih. Satu hal yang harus diingat, janganlah memberi label cengeng, nangisan dan lain sebagainya. Karena menyebabkan anak cencerung apatis. Bagi si anak sendiri, karena sudah diberi cap atau label seperti itu, akhirnya ia menjadi apatis. "Memang aku dianggap cengeng, ya, sudah mau apa lagi?" Ia pun malas untuk mengubah perilakunya. Baginya, toh, cap itu sudah terlanjur menempel pada dirinya dan percuma saja mengubahnya. 
Di sisi lain, jangan pernah lupa untuk sering memuji anak kala ia menunjukkan tingkah laku yang manis dan terpuji. Misalnya, kala ia mau bicara untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya. Namun pujian tersebut hendaknya juga diberikan pada perilaku baik lainnya. Dengan demikian, tingkah laku yang baik itu dapat menguat dan bisa meng-counter tingkah laku cengengnya.
Dengan kata lain, berilah perhatian kepada setiap perilaku baik yang dilakukan anak. Jangan hanya kala si anak menangis baru orang tua memberinya perhatian. 
The Last Important, Do’akan kebaikan bagi anak. Para orang tua semestinya menyadari bahwa mereka tidak boleh semata bersandar pada hasil usaha mereka. Mohonlah kepada Allah subahanahu wa Ta’ala kebaikan bagi anak-anak kita, dengan kata lain do’akan mereka! Do’a adalah salah satu bentuk tawakkal yang “ajaib”. 
 
sumber : http://muslimahbelajar.wordpress.com/2010/05/12/menyikapi-si-cengeng/
http://aipirdoz.blogspot.com/2011/04/mengatasi-anak-cengeng.html
http://www.ibudanbalita.com/, http://www.tabloidnova.com/Nova
Read More..

Kerancuan Pedagogik

Kadang sebagian orang mengartikan bahwa pedagogik merupakan ilmu pendidikan, pemaknaan ini tidak berarti salah namun juga tidak sepenuhnya benar, mengapa? Karena jika ditinjau dari makna pendidikan secara luas maka Pendidikan adalah hidup. Lebih tepatnya segala pengalaman di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.
Dari pengertian diatas maka bisa dipahami ada beberapa tingkatan dalam pendidikan, sehingga menimbulkan cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli yaitu pendidikan pada anak yang disebut Pedagogik, ilmu pendidikan bagi orang dewasa yang disebut Andragogi serta pendidikan bagi ilmu pendidikan manula yang disebut Gerogogi.
Jelaslah bahwa Pedagogik terbatas pada ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak. Maka timbul pertanyaan lain, kapankah seorang anak masuk dalam kawasan pedagogik? Menurut M.J. Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak telah mengenal kewibawaan, syaratnya yaitu terlihat pada kemampuan anak memahami bahasa, karena sebelum itu dalam pedagogik anak tidak disebut telah dididik yang ada adalah pembiasaan. Sedang batas atasnya yaitu ketika anak telah mencapai kedewasaan atau bisa disebut orang dewasa.
Kemudian, mengapa Pedagogik diperlukan? Padahal pedagogik yang merupakan rangakaian teori kadang berlainan dengan praktek di lapangan? Ada dua alasan yang melandasinya, yaitu bahwa pedagogik sebagai suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan anak diperlukan, karena akan menjadi dasar bagi praktek mendidik anak. Selain itu bahwa pedagogik akan menjadi standar atau kriteria keberhasilan praktek pendidikan anak. Kedua, manusia memiliki motif untuk mempertanggungjawabkan pendidikan bagi anak-anaknya, karena itu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktek pendidikan anak memerlukan pedagogik sebagai landasannya agar tidak jadi sembarangan.
Jadi, pengertian bahwa pedagogik adalah ilmu pendidikan berarti benar dalam pengertian pendidikan pedagogik, namun berarti salah jika mengacu pada makna pendidikan secara luas.
Untuk meyakinkan lebih jauh, pedagogik secara jelas memiliki kegunaan diantaranya bagi pendidik untuk memahami fenomena pendidikan secara sistematis, memberikan petunjuk tentang yang seharusnya dilaksanakan dalam mendidik, menghindari kesalahan-kesalahan dalam praktek mendidik anak juga untuk ajang untuk mengenal diri sendiri dan melakukan koreksi demi perbaikan bagi diri sendiri.
Lalu apakah dengan mempelajari pedagogik dan mempraktekannya dapat mendidik anak sehingga anak dapat mencapai kesuksesan? Jawabannya adalah bisa, karena tujuan pedagogik adalah memanusiakan manusia, menjadikan seseorang dewasa demi kebahagiaan dalam menjalani kehidupan. Kesuksesan ini jangan terus dikurung dalam artian pada kemapanan materi dari pandangan kita sebagai seorang pendidik sejati, tapi hakikatnya adalah menjadikan kesuksesan itu sebagai keberhasilan dalam menanamkan pada diri seseorang kebahagiaan dalam menjalani hidup dengan mengaplikasikan seperti misalnya mematuhi norma-norma yang ada pada masyarakat. Intinya, menjadikan seseorang menjalani hidup dengan bahagia.
Cara menghidupkan dan menerapkan nilai-nilai kepribadian, agar terbetuknya jati diri baik anak-anak, pribadi, keluarga, kelompok, komunitas, maupun golongan dengan menghidupkan Living Values dengan berbagai komitmen. Membangun komitmen bersama menghidupkan nilai-nilai budaya dengan melibatkan semua warga sekolah. Beberapa cara itu dikemukakan oleh Fidelis Waruwu dalam bentuk tindakan konkrit berikut.
  1. Total Action.
Kenapa seorang anak yang dipercayakan di sekolah kita menjadi bandel ? Nakal ? Suka berkelahi ? Malas mengerjakan PR ? Jawaban bisa bermacam-macam. Tetapi secara umum hal-hal ini bisa ditanggulangi dengan cara pembiasaan. Seorang anak yang bandel, nakal, suka berkelahi dst. bisa jadi, hasil penanaman orangtua dari rumah atau akibat sering dipukul/ dimarahi terus-menerus oleh orang dewasa, terlalu sering ditegor tanpa ada pemecahan masalah. Dan karena sudah sering diperlakukan begini (mendarah daging) terbawa model itu ke sekolah kita.
Tugas guru memperbaiki model-model kepribadian itu, dari 40 orang siswa atau satu kelas dipersatukan maka memunculkan sebanyak 40 model pola atau model kepribadian. Guru-guru kita harus bisa menyatukan hal itu, bila perlu membuat “total action” yaitu gebrakan bersama-sama sesuai kesepakatan. Total Action bisa dilakukan dengan melibatkan seluruh guru-guru. Sebelum total action para warga diajak membuat kesepakatan apa yang boleh dan apa yang tidak bisa dilakukan. Dalam hal ini, Fidelis menegaskan, “Contoh penerapan total action secara sederhana misalnya dalam satu kelas, yaitu membuat aturan kelas. Libatkan anak-anak yang bandel, duduk bersama, bicara bersama-sama, menyepakati apa yang baik dan bisa dilakukan bersama di kelas itu. Yang nakal/ bandel dilibatkan menjadi penulis hasil kesepakatan, kemudian suruh dipajang. Guru tinggal mengingatkan saja…” Dan untuk memelihara nilai yang baik itu, terapkan penanaman satu nilai penghargaan kepribadian yaitu bila anak-anak berhasil melakukan hal-hal yang baik itu, beri pujian ! Ajaklah bertepuk tangan sebagai bentuk penghargaan.
Pesan Fidelis, “Saya meminta di sekolah-sekolah, kita buat dan terapkan total action, satu contoh (misalnya) semua guru menasehati anak-anak yang tidak berpakaian seragam lengkap. Caranya mudah saja, cukup satu menit ketika masuk ke dalam kelas guru memanggil atau menyuruh ke depan kelas yang berpakaian kurang lengkap, tanya jawab, lalu dinasehat baik-baik. Guru yang mengajar les berikutnya juga melakukan hal yang sama. Dan begitu seterusnya, saya yakin satu sampai tiga minggu pelaksanaan total action itu, dipastikan 80 % siswa pasti telah berseragam lengkap. Hanya penting diingat, bila ada seorang guru tidak atau lupa menerapkan maka kegagalan sudah bisa dipastikan akan menanti. ” 
Motivasi yang Tulus
Banyak orang berbicara tentang motivasi, tetapi bagaimana penerapannya ? Pertama, tanamkan bahwa menghargai orang lain sangat penting dilakukan. Kedua, bila ingin dihargai, maka berilah contoh keteladanan menghargai orang lain. Ketiga, hindarilah menyakiti sesama. Artinya bila seorang guru memotivasi siswanya, dapat dilakukan dengan memberi pujian secara nyata dan tulus. Begitu seorang anak berhasil menjawab satu soal dan ternyata benar, guru memberi pujian kepada anak tersebut. Cara memuji tidak boleh dibuat-buat, tetapi sungguh dari hati yang tulus nyata dan ada perkembangan. Nah yakinkan siswa anda, ternyata dia bisa, dia hebat, dan dia mampu. Kalau ini dilakukan secara tulus dan kontinu anak bisa tumbuh lebih baik, dibanding mendidik anak dengan cara mengancam, pemberian sanksi atau hukuman. Kata Fidelis, “Pribadi guru yang mengajar dengan motivasi tulus, dipastikan jauh lebih baik hasilnya karena dirasakan langsung, ketimbang guru hanya memberikan hukuman dan hukuman.” Kesimpulan, bahwa pengaruh pembentukkan kepribadian dengan menghukum tidak memotivasi peningkatan hasil belajar. 
Memberi Keteladanan
Model keteladanan yang bisa diandalkan adalah perilaku guru sebagaimana semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Semboyan ini sebenarnya sudah sangat membantu dalam mewujudkan jati diri. Pada umumnya seorang siswa mengidolakan gurunya. Pepatah yang sudah lama dikenal “kalau guru kecing berdiri maka siswa kencing berlari” tetap menjadi pedoman paling depan. Suri keteladanan guru untuk menunjukkan sikap disiplin tepat waktu akan menjadi model dan dipedomani oleh anak.

Salah satu contoh riil dalam pembelajaran adalah bagaimana menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk belajar baik bagi guru maupun siswa dan bagaiman keratifitas guru untuk menyampaikan materi semenarik mungkin. Guru dituntuk mampu mengembangkan teknik mangajar yang mengajak peserta didik tidak hanya sekedar tahu tapi paham. Cara sederhana adalah dengan membuat media balajar yang menarik bagi peserta didik misalnya memanfaatkan teknologi komputer atau membuat permainan-permainan yang mambuat peserta didik menjadi menarik.

 Heribertus Herning Palmono* http://palmono.blog.uns.ac.id/ dengan perubahan
Read More..

pendidikan lingkungan budaya jakarta

PLBJ atau "Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta " merupakan mata pelajaran muatan lokal yang wajib bagi sekolah dasar di Jakarta.
Hal-hal yang dipelajari dalam PLBJ antara lain seperti permainan tradisional, cerita rakyat, kesenian Jakarta dan masalah lingkungan seperti tata kota, air, polusi, sampah, dan sebagainya yang terjadi di Jakarta.
Tujuannya agar para siswa-siswi mengenal lebih dalam budaya Jakarta.
Jika sudah mengenal, maka tidak tertutup kemungkinan akan mencintai juga, sehingga budaya Jakarta dapat terus dilestarikan. Selain itu juga agar para siswa-siswi dapat menjaga lingkungan Jakarta ini.
Wah menyenangkan sekali ya bisa mengenal lebih dalam kota tempat kita tinggal dan dibesarkan. (Kidnesia/Berbagaisumber)
Read More..