Tuesday, December 20, 2011

Tanamkan Rasa Bertanggungjawab

Mengapa para koruptor selalu lari dan mencari alasan 'sakit' untuk menghindar dari ancaman hukum untuk mampertanggungjawabkan perbuatannya? Ah, saya kira anda semua sudah tahu jawabannya. Dari setiap kasus korupsi yang tidak berhasil selesai menggembirakan, dapat ditarik benang merah kegagalan salah satu elemen pendidikan kita. 
Dilihat dari sudut pendidikan, para koruptor tidaklah hanya tamatan Sekolah Dasar atau bahkan TK. Begitupun usia, tidaklah pantas jika tidak disebut sangat dewasa. Tapi mengapa mereka selalu 'lari' saat perbuatan itu tercium publik. 
Saya teringat kejadian beberapa waktu yang lalu, saat beberapa anak bermain di tempat saya. Salah satu dari mereka meminjam mobil-mobilan anak saya. Mobil-mobilan yang kebetulan mengeluarkan bunyi itupun dimainkannya. Dibunyikanlah terus hingga bunyinya 'parau'. Sampai kemudian mobil itu tidak berbunyi lagi (karena batrenya mungkin habis). Si anak tersebut merasa takut jika akan dipersalahkan. Dilemparlah mobil-mobilan itu pada salah satu temannya yang lain, seolah-olah temannya yang baru memegang itulah 'tersangka'nya. Ketika ada anak lain yang mencoba memainkan bunyi-bunyian mobil, tapi ternyata tidak keluar bunyi, si anak pertama tadi langsung menuduh teman yang ia lempari mobil-mobilan tadi seraya berkata, "Bukan sama aku rusaknya, lho!. Sama Si Anu itu". 
Terlihat betapa anak pertama yang memainkan mobil-mobilan itu merasa takut dimarahi, sehingga ia terpaksa harus bersandiwara, menghindari permasalahan yang menuntutnya bertanggungjawab. Sebenarnya saya tidak akan menuntut apapun. Tapi jika ia berterus terang bahwa ia yang tadi memainkan mobil-mobilan, kemudian bunyinya semakin lama semakin hilang, akan menambah respek saya terhadapnya. 
Pembaca budiman, apakah kiranya di lingkungan Anda juga berkembang fenomena seperti itu?. Jika ya, tentu dapat ditelusuri bahwa mereka yang bersalah akan selalu menghindari hukuman karena mereka memang dididik demikian.
Akarnya terpusat di keluarga, keluargalah yang seharusnya menanamkan nilai tanggungjawab sedemikian rupa sehingga anak bisa belajar bertanggungjawab. Ketika anak-anak bersalah, ajari mereka untuk mengakui bahwa ia melakukan kesalahan. Jangan dahulukan hukuman, berikanlah apresiasi jika ia mau mengakui perbuatannya. Hal ini untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab dalam dirinya. Ketika sudah mengaku, coba berbincang dari hati ke hati dengan maksud menasehati agar ia tidak mengulangi perbuatan itu. Tanyakan kenapa ia harus berbuat seperti itu. Apa manfatnya. Jelaskan kerugiannya. Secara tersirat, katakan bahwa akan ada sebuah punishment jika sampai melakukan perbuatan salahnya lagi. Setelah itu dekaplah ananda, katakan bahwa sebagai orangtua, Anda sangat menyayanginya.
Segalanya mulai dari keluarga, komunitas terkecil dan yang paling dekat. Karena, jika setiap generasi terbekali karakter yang kuat, InsyaAllah akan kuatlah sendi-sendi bangsa. Sehingga, kelak ketika si anak dewasa dan memimpin negeri ini, ia akan menjadi pemimpin yang amanah. Ia tidak akan mencoba menghindari hukuman jika ia memang bersalah. Sebagaimana ungkapan Kong Hu Cu :
Jika ada kebajikan dalam hati, akan ada keindahan dalam watak
Jika ada keindahan dalam watak, akan ada keharmonisan keluarga
Jika ada keharmonisan keluarga, akan ada ketentraman dalam negara 
Jika ada ketentraman dalam negara, maka akan ada keamanan di dunia.

Ayahave'swife

No comments:

Post a Comment