Monday, December 12, 2011

Mengatasi Anak Cengeng

Anak menangis itu biasa karena memang itu bahasa yang ia gunakan. Tapi kalu menangis terus menerus, pasti bikin bingung orangtuanya. Memang, tak jarang kita jumpai anak usia batita yang gampang sekali mengeluarkan air mata. Entah karena ditinggal pergi ibu, permintaannya tak dituruti, atau bahkan tanpa alasan yang jelas dan kuat (cuma kesenggol atau jatuh sedikit). 

Beberapa Faktor Penyebab Anak Cengeng
1. Merasa Tidak Aman
Perasaan aman, termasuk salah satu kebutuhan manusia yang utama. Orang yang merasa tidak aman memiliki ketakutan terhadap sesuatu hal.
Anak bisa merasa tak aman ketika ibu tidak berada di dekatnya, hal ini dikarenakan misalkan banyak orang di sekelilingnya yang tidak dikenal baik olehnya. Selain merasa takut dipermalukan, takut ditertawakan.
Misal jika jatuh dan banyak mata memandangnya dengan terkejut plus kasihan, biasanya kontan anak menangis bukan karena sakit tapi karena malu menjadi pusat perhatian.

2. Ibu Terlalu Melindungi
Ibu seperti ini terlalu cepat bereaksi menolong anaknya jika anaknya mengalami celaka sedikit saja. Anak menjadi terbiasa ditolong, tak pernah mengalami hal-hal berat dan sulit, dan tak memiliki kekuatan mental menghadapi saat-saat menegangkan. Karena mereka hanya mampu menangis ketika menghadapi suasana tegang.

Kalau saat anak jatuh, ibu tetap tenang, tidak menampakkan perasaan khawatir, anak akan menganggap bahwa peristiwa ’jatuh’ adalah hal yang biasa. Tetapi melihat kekhawatiran ibu yang berlebihan, tentu saja mereka akan belajar pula untuk khawatir dan selanjutnya menjadi takut untuk jatuh.
3. Mendapat Keuntungan dari Cengengnya
Ketika anak menemukan kenyataan bahwa ia memperoleh apa yang ia ingini dengan cara menangis, segera ia akan menggunakan senjata tangis itu untuk memperoleh apa saja yang ingin mereka dapatkan. Dan anak-anak pandai belajar dari pengalaman, sehingga kerap memilih untuk menangis agar ibu memenuhi permintaan mereka dengan cepat. Ada yang namanya hukum perilaku, kita akan mengulang perilaku yang memberikan keuntungan. Sepertinya si kecil melihat bahwa tiap kali dia menangis, maka dia mendapatkan permintaannya. Secara dia cerdas, tentunya dia bisa mengambil kesimpulan bahwa menangis adalah cara yang paling efektif untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan! 

4. Sakit
Karena sakit, anak merasakan kondisi tubuhnya tidak nyaman. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Kondisi tubuhnya juga lemas dan lemah. Semua itu tak jarang membuat anak jadi cengeng, termasuk anak yang tadinya tidak cengeng. Belum lagi, sikap orang tua yang lebih protektif kepada anak sakit ternyata bisa menambah sikap cengeng itu.
Tak ada jalan selain menganggapnya wajar. Lakukan sesuatu yang bisa membuatnya merasa lebih enak. Misal, memutarkan film atau lagu kesukaannya, atau mendongeng kan cerita yang menarik.
5. Kelelahan
Sama halnya dengan sakit, kelelahan juga bisa membuat anak cengeng. Misalnya, sehabis bermain seharian. Jika orang dewasa bisa langsung mengungkapkan kondisi tubuhnya yang lelah, maka tidak demikian dengan anak. Apalagi orang tua belum tentu langsung tanggap. Akhirnya, anak mengungkapkan kondisinya dengan sikap rewel dan cengeng.
Kerewelan anak sebetulnya merupakan ungkapan bahwa ia menginginkan istirahat. Ajak anak ke tempat tidur lalu bacakan dongeng untuknya.
6. Butuh perhatian
Pada saat perhatian orang tua untuknya terpecah, anak akan merasa terbuang. Kondisi ini umumnya muncul saat ia baru saja memiliki adik yang menyita perhatian orang tua. Perasaan terbuang membuat anak rewel yang tak jarang disertai tindakan untuk memancing perhatian orang tua. Salah satunya mengganggu si adik.
Untuk mengatasinya, bersikaplah adil. Curahkan perhatian kita kepada si kakak, sama besarnya dengan kepada si adik. Tumbuhkan rasa sayang dan memiliki, misalnya dengan menyuruh kakak menjaga adiknya.
7. Kehilangan figur tersayang
Hal ini akan dialami jika orang tua meninggalkan anak dalam jangka waktu lama. Bagaimanapun, di usia ini anak sangat tergantung pada kehadiran figur yang dekat dengannya. Ketika figur itu pergi, ia merasa sangat kehilangan yang diungkapkannya dalam bentuk kecengengan.
Untuk mengatasinya, orang yang kebetulan dipercaya sebagai pengasuh harus menunjukkan sikap yang dapat membuatnya nyaman. Alihkan perhatiannya dari ingatan terhadap orang tua dengan aktivitas-aktivitas yang sangat menyenangkan. Umpamanya, mengajak ia bermain bersama teman-teman sebaya.
8. Terlalu banyak larangan
Terlalu banyak melarang akan membuat anak berang. Di usia ini perkembangan motoriknya sedang pesat. Setiap saat dia akan berlari-lari, menaiki kursi, maupun melompat-lompat. Nah, sikap orang tua yang selalu melarang, seperti "Awas, nanti jatuh," atau, "Jangan dipegang-pegang, nanti pecah", tidak akan membuatnya jadi penurut, justru sebaliknya, anak ingin berontak. "Asal tahu saja, saat itu anak ingin menunjukkan kemampuan yang dimilikinya," ungkap Nina. Jadi, orang tua justru harus memberikan dukungan atas perkembangan anaknya. Misal, saat ia berusaha memanjat kursi, dukunglah dengan cara tidak melarangnya, tapi menjaganya kalau-kalau ia terjatuh.
HINDARI PUKULAN
Kalau anak sudah cengeng, yang kemudian terjadi adalah orang tua jadi tak sabaran. Akibatnya, si anak dimarahi atau bahkan dicubit atau dipukul. Mendapat perlakuan seperti itu, tangis si anak bukannya reda malah semakin "seru". Menurut Romy, saat dicubit atau dipukul, "Anak mungkin bisa berhenti menangis. Tapi kali lain, jika tingkah laku itu muncul lagi dan ia mendapat cubitan atau pukulan lagi, tangis anak akan lebih keras lagi."
Dengan kata lain, ada peningkatan dalam perilaku menangisnya dan bukan malah mereda. Mengapa begitu? Sebab anak akan belajar, kalau dia menangis dan dicubit, maka tangisnya harus lebih keras. Akibatnya, orang tua memberinya hukuman yang lebih berat lagi. Cubitan atau pukulan orang tua menjadi semakin keras.
Dampak lainnya, anak akan meniru tindakan orang tua. Jangan lupa, salah satu cara anak belajar ialah dengan meniru. Nah, kalau ia menangis lalu ayah atau ibu memukulnya, maka ia pun akan melakukan hal sama terhadap orang lain. Entah itu temannya, pembantunya, adiknya, dan lainnya.
AJAK BICARA
Daripada harus memukul, mencubit, membentak, yang bisa berdampak buruk, sebaiknya ajak bicara. Tentu saja tak perlu mengajak anak berdiskusi panjang lebar seperti dengan orang dewasa. Ingat, cara dan kapasitas berpikir anak masih terbatas. Cukup, kok, dengan berkata padanya, "Kalau kamu mau sesuatu, harus minta. Jangan pakai menangis." Atau, "Coba bicara dulu sama Ayah biar Ayah tahu apa maunya Adik."
Dengan cara ini, anak jadi belajar mengungkapkan keinginan yang ada dalam dirinya. Ajarkan juga padanya untuk bisa menunda keinginan dan menahan emosinya. Katakan, "Bunda tak bisa membelikan mainannya sekarang karena tak punya uang." Tentu orang tua harus konsisten. Bila si anak masih tetap menangis, ya, orang tua jangan mengalah.
Boleh juga dengan menjanjikan untuk membelinya lain waktu kala uangnya sudah ada, namun benar-benar ditepati. Jangan sampai orang tua menjanjikan hanya agar si anak tak menangis lagi. Kalau orang tua bolak-balik cuma janji dan tak pernah ditepati, lama-lama anak tidak percaya lagi pada orang tuanya.
Ada baiknya bila orang tua agak mengabaikan pada saat anak mulai menangis. Misalnya, pura-pura tak melihat sambil membaca buku. Bila tangisnya malah mengeras, tetaplah cuek . Toh, nanti tangisnya akan berhenti jua. Baru setelah itu orang tua mendekatinya dan tanyakan, "Kamu mau apa, sih?" Dengan cara ini, anak akan belajar bahwa dengan menangis, ia tak memperoleh apa-apa dan kemauannya tidak dituruti.
Untuk menghentikan tangisnya, cobalah alihkan perhatian anak. Misalnya, bujuk si kecil, "Ih, lihat, deh, gambar di buku ini bagus. Yuk, kita baca sama-sama.
Hindari Pelabelan Negatif
Cengeng tidak bisa hilang dengan sendirinya harus dilatih. Satu hal yang harus diingat, janganlah memberi label cengeng, nangisan dan lain sebagainya. Karena menyebabkan anak cencerung apatis. Bagi si anak sendiri, karena sudah diberi cap atau label seperti itu, akhirnya ia menjadi apatis. "Memang aku dianggap cengeng, ya, sudah mau apa lagi?" Ia pun malas untuk mengubah perilakunya. Baginya, toh, cap itu sudah terlanjur menempel pada dirinya dan percuma saja mengubahnya. 
Di sisi lain, jangan pernah lupa untuk sering memuji anak kala ia menunjukkan tingkah laku yang manis dan terpuji. Misalnya, kala ia mau bicara untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya. Namun pujian tersebut hendaknya juga diberikan pada perilaku baik lainnya. Dengan demikian, tingkah laku yang baik itu dapat menguat dan bisa meng-counter tingkah laku cengengnya.
Dengan kata lain, berilah perhatian kepada setiap perilaku baik yang dilakukan anak. Jangan hanya kala si anak menangis baru orang tua memberinya perhatian. 
The Last Important, Do’akan kebaikan bagi anak. Para orang tua semestinya menyadari bahwa mereka tidak boleh semata bersandar pada hasil usaha mereka. Mohonlah kepada Allah subahanahu wa Ta’ala kebaikan bagi anak-anak kita, dengan kata lain do’akan mereka! Do’a adalah salah satu bentuk tawakkal yang “ajaib”. 
 
sumber : http://muslimahbelajar.wordpress.com/2010/05/12/menyikapi-si-cengeng/
http://aipirdoz.blogspot.com/2011/04/mengatasi-anak-cengeng.html
http://www.ibudanbalita.com/, http://www.tabloidnova.com/Nova

No comments:

Post a Comment